Pesawat Trigana Air Berjenis ATR-42/300 Jatuh Antara Jayapura ke Oksibil dan Menewaskan 49 Penumpang

Jayapura, SUARA KAIDO -- Pesawat Trigana Air berjenis ATR-42/300 dengan nomor penerbangan IL-267 jurusan Jayapura-Oksibil hilang kontak pada pukul 14.55 WIT.

KNPB PRD Timika Akan Selenggarakan Pameran Lintas Bangsa

Timika, SUARA KAIDO -- Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Wilayah Mimika serukan akan selenggarakan Pameran Lintas Bangsa (PLB)

Persipura Ajukan Gugatan Clash Action Terhadap Menpora

Jakarta, SUARA KAIDO. Klub profesional sekelas Persipura Jayapura harus gagal tampil di ajang bergensi tingkat asia yakni AFC CUP .

SOLIDARITAS UNTUK PENGUNGSI ROHINGYA

Sydney (Australia), SUARA KAIDO, Pada tanggal 7 Juni 2015,Indonesian Solidarity.

Perpanjangan Izin Operasional PT.Freeport Rawan Penyelundupan Hukum

Jakarta,SUARA KAIDO. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengkritisi perubahan status perizinan PT Freeport Indonesia sebagai sebuah bentuk penyelundupan hukum

Sabtu, 18 Juli 2015

Si Jago Merah Melalap Rumah Warga, Dua Nenek Jadi Korban

Foto: Kebakaran Rumah Warga/Marthen. Y/SK

Jakarta, SUARA KAIDO -- kini si jago merah kembali Melalap rumah Warga di daerah Tebet Jakarta Selatan. kebakaran ini terjadi tepat hari sabtu 18 Juli 2015  malam pukul 07:30 WIB, yang sempat membuat panik warga setempat.

Kebakaran ini melanda rumah dua orang Nenek yang pendapatan ekonominya rendah atau boleh dikatakan miskin. kebakaran ini bermula dari, lampu lilin yang digunakan untuk menerangi ruangan mereka. pada saat mereka tidur lilin tersebut jatuh dan mengenai kasur yang mereka gunakan. api pun menyebar dengan cepat dan kedua nenek tersebut yang brusia sekitar 52 tahun itu jadi korban santapan si Jago Merah, demikian menurut keterangan ketua Rt pak Saipuji.

untuk mengantisipasi meluasnya api, pemerintah Pempro DKI menurunkan delapan mobil pemadan kebakaran. pada saat kebakaran pemilik rumah disekitarnya pun sepat panik, tetapi dengan kerja keras petugas, berhasil menjinakan si jago merah tersebut.

Kedua Nenek tua tersebut pun akhirnya di bawah oleh pihak kepolisian menggunakan Mobil ambulance, untuk dilakukan pemeriksaan. Ketau Rt Sipuji berpesan kepada warganya agar tidak menggunakan lilin pada saat mau tidur sebab itu sangat berbahaya buat dirinya maupun tetangga lain.

Marrthen Yeimo/ SK

Rabu, 15 Juli 2015

Sampai Kapan Mereka (Tahanan Politik Papua) Dilupakan?


Foto :Tapol

Jayapura, SUARA KAIDO -- Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah memberikan kebijakan Grasi istimewa kepada lima orang narapidana Politik Papua, pada 09 Mei 2015 di Lapas Abepura.  Hingga hari ini, 09 Juli 2015 (tiga bulan berlalu) belum juga diperhatikan atau diberikan dukungan biaya kesehatan, rumah, pendidikan dan modal usaha, seperti yang dijanjikan Pemerintah.

Sementara kondisi kesehatan 3 orang nara pidana Politik Papua antara lain: Apotnagolik Lokobal, Jafray Murib dan Kimanus Wenda masih harus dirawat intensif pihak medis demi memulihkan kondisi kesehatan yang dialami selama menjalani hukuman penjara, tetapi terbentur dengan pembiayaan hingga saat ini. Konsep Negara hadir yang dikampanyekan Presiden Jokowi untuk Papua harus segera diimplementasikan dalam bentuk bantuan kemanusian buat para mantan tahanan politik demi memulihkan martabat, harga diri dan nilai kemanusian para mantan tapol dan napol. Tetapi realita paska pemberian Grasi di lapangan selama 3 (tiga) bulan masih jauh dari harapan penghormatan dan penghargaan terhadap nilai kemanusian orang Papua. Akibatnya timbul pertanyaan apatis bagaimana dengan nasib 57 orang tahanan Politik di Papua,yang juga termasuk bagian dari 100 lebih orang tahanan politik yang masih ditahan dalamLembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang rencana Presiden mau dibebaskan.

Dari situasi seperti yang digambarkan diatas, kami mendesak pemerintah:
1)      Segera menjamin kesehatan dan keamanan narapidana Politik di tanah Papua 
2)      Grasi adalah kebijakan pengampunan Presiden yang tidak didukung dengan aturan, sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera merealisasikan janji mereka di depan tahanan politik saat pemberian grasi kepada mereka
3)      Kami mengutuk keras politik pencitraan dan keuntungan materi pihak-pihak tertentu di balik pemberian grasi Presiden Jokowi.
4)      Gubernur Provinsi Papua untuk memfasilitasi semua kebutuhan narapidana Politik Papua.
5)      Presiden Republik Indonesia keluarkan surat Amnesti atau permintaan maaf kepada semua  tahanan Politik di Indonesia.
6)      Kami himbau  masyarakat luas, silakan saksikan tayangan Metro TV “Kick Andy” tentang kesaksian narapidana Politik Papua dan pembela HAM, pada besok Jumat, 10 Juni pukul 22:00 WP dan Minggu, 12 Juli 2015, pukul 15.05 WP terkait kebijakan Grasi Presiden dan pertanggungjawabannya. 

( Daud/ SK )

SERUAN AKSI MENUNTUT INDONESIA SEGERA "STOP" GENOSIDA DI PAPUA DAN DOA PEMBUKAAN WEST PAPUA MENUJU PIF.



SUARA KAIDO -- Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia bahwa, Pelanggaran Hak Asasi Manusia (“HAM”) yang berat dapat mengadili sebagaimana diatur Pasal 1 angka 3 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia(“UU 26/2000”).Kemudian,yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7 UU RI 26/2000). Pengertian dari kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan  ras, etnis, Bangsa maupun agama,dengan cara (Pasal 8 UU Republik Indonesia RI 26/2000):


Membunuh,menciptakan kondisi dalam kehidupan yang akan mengakibatkan pemusnahan secara fisik maupun yang lainnya, memaksa akan tindakan-tindakan yang bertujuan menutupi kelahirann secara paksa memindahkan anak-anak di kelompok lain Sedangkan, pengertian dari kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk rakyat sipil, berupa (Pasal 9 UU26/2000): pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; menghalangi kemerdekaan secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara. penganiayaan terhadap suatu bangsa dan ras, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal kejahatan apartheid semuanya ini telah diatur  dalam Undang-undang dasar Republik Indonesia maupun hukum internasional.namun kini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak sesuai dengan Dasar Undang-undang yang berlaku maka,dalam kondisi seperti itu, kita harus bersatu dan keluar dari semua penjajahan yang tersebut diatas rakyat west Papua telah dikembalikan kepada keluarga kandungnya Melanesia (MSG) pada 24 Juni 2015 bulan lalu dan untuk beberapa minggu mendatang West papua menujuh ke PIF (PASIFIK ISLAND FORUM) oleh karena itu, rakyat west papua melakukan Doa dan Puasa. dan Kita harus menjadikan perjuangan ini milik pribadi kita.


Kita harus yakin bahwa klonialisme dalam bentuk apapun mutlak dilawan. Perlawanan kita buang dilandaskan pada kebencian tetapi setulusnya untuk menyadarkan manusia-manusia serakah yang rakus dan tamak pada kekuasaan, yang dibangun dengan penuh rekayasa dan kebohongan. Karenanya, pola perlawanan yang damai dan bermartabat harus terus dilakukan tanpa dipengaruhi oleh provokasi kekerasan penjajah Republik Indonesia.


Kita harus menyolidkan struktur bangsa kita yang tercerai berai akibat hegemoni klonialisme Indonesia. Tidak ada maksud yang baik hendak diterapkan Negara republik Indonesia kepada West Papua, selain hal-hal tersebut diatas bertujuannya menghabiskan orang Papua. Arus kenikmatan klonialisme jangan membawah larut seluruh kehidupan kita . Tetapi, marih berjejer dalam satu barisan persatuan perjuangan kita melalui ULMWP. Indonesia menghalangi perjuangan Bangsa Papua bergabung dalam pasifik Island Forum (PIF) dengan sebuah buatan wadah Republik Indonesia yaitu MELINDO (Malanesia-Indonesia).



Kelompok Malanesia Indonesia (MELINDO) ini juga sebagai Asosiasi hanya untuk kepetingan ekonomi antara Indonesia dengan Negara-Negara Malanesia. Dan ULMWP di terimah sebagai Observer (Pengamat) dengan tujuan agar politik perjuangan Papua menuju Penentuan Nasib sendiri. Setelah Orang Papua kembali ke rumah Malanesia melalui ULMWP dengan status sebagai Observer (Pengamat), kondisi di west papua mulai berubah artinya bahwa  pergerakan Negara Republik Indonesia tidak tenang untuk memusnahkan ras malanesia di teritori papua dalam rangka mempertahankan Papua tetap dalam penindasan, penderitaan bagi masyarakat Malanesia di Papua Barat, maka, melihat kondisi rill seperti ini,Komite Nasional Papua Barat (KNPB) bersama Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Wilayah Timika mengajak bapak/ibu, saudara/I, yang berasal dari Kulit Hitam, Keriting Rambut, Ras Malanesia di Papua Barat ikut menghadir dalam AKSI atau Ibadah DOA pembukaan PIF yang akan diselenggarakan pada :
 ari/Tanggal                           : Jumat, 17 Juli 2015

Waktu/Jam                            : Pukul 09.00 - selesai

Tempat                                 : Kantor KNPB dan PRD Timika.


Tujuan Aksi/Kegiatan     : “STOP "  GENOSIDA Di tanah papua dan DOA PEMBUKAAN WEST PAPUA MENUJU PIF.

(Daud/ SK)

Rabu, 08 Juli 2015

Praktisi Hukum Kolaborasi Untuk Mendirikan Jentera Law School



Dari Kiri-kanan: Ahmad Fikri Assegaf, Yunus Husein, Bivitri Susanti dan Erry Riyana Hardjapamekas saat memberikan keterangan pers di acara Pembukaan Program Strata Satu Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Jakarta, Selasa (7/7). Foto: RES
Jakarta, SUARA KAIDO -- Praktisi Hukum berkolaborasi untuk berlaga di pengadilan mungkin sudah biasa, namun yang tidak biasa ialah ketika mereka berkolaborasi mendirikan sebuah sekolah hukum. Dan produk yang dihasilkannya adalah Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (Indonesia Jentera School of Law). 

Para praktisi hukum yang berkolaborasi itu adalah, di antaranya, Arief T. Surowidjojo (Pendiri dan Partner Firma Hukum Lubis Gani Surowidjojo), Ahmad Fikri Assegaf (Managing Partner Firma Hukum Assegaf Hamzah & Partner), Chandra M. Hamzah (Partner Assegaf Hamzah & Partner), juga Abdul Haris M. Rum (Partner Lubis Gani Surowijoyo). Visi utama sekolah hukum ini adalah untuk menghasilkan para pemberharu hukum, Jentera Law School akan mulai dibuka untuk Tahun Ajaran 2015/2016.

Arief Surowidjojo, Pembina Jentera, dalam Konferensi Pers Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera pada Selasa (7/7) di Kampus Jentera, Kuningan, Jakarta menjelaskan pendirian STH Indonesia Jentera merupakan konsekuensi logis dari 17 tahun perjalanan Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan (YSHK) di dunia hukum. Dengan melihat kondisi penegakan hukum di Indonesia, salah satunya ialah karena lemahnya pendidikan hukum di Indonesia.

“Selama 17 tahun YSHK berdiri kami melihat begitu banyak carut marut di bidang hukum, di penegakan hukum, pembangunan nasional, dan juga dalam bidang legislasi. Menurut kami hal tersebut disebabkan lemahnya pendidikan hukum kita. Problem utama ialah di pendidikan. Kami memulai bagaimana melahirkan lulusan hukum yang berintegritas di pengetahuan maupun di orang-orangnya,” jelas Arief saat memberikan sambutan.
  
Yunus Husein, Ketua STH Indonesia Jentera Law School, menjelaskan perbedaan STH Indonesia Jentera dengan sekolah tinggi hukum lainnya.  Menurutnya, STH Indonesia Jentera memiliki resource yang cukup banyak, dan pendiran yang serius. “Jentera Law School  merupakan Sekolah hukum pembaharu. Kita kembali, back to basic, ke metode dasar penelitian, ke ilmu dasar lain. Sehingga menghasilkan SH (Sarjana Hukum) yang dapat menghasilkan kontribusi kepada lingkungan dan masyarakat. Share value, kita harapkan bisa berkolabirasi bukan hanya kalangan hukum, tapi juga diluar kalangan hukum, seperti poltisi, dan media.
Ada sikap dan nilai, kritis, terbuka, dan mencoba untuk memperbaiki hukum,” ujarnya.

Metode pembelajaran yang dilakukan, menurut Yunus, ialah Student Learning Center, mahasiswa mengembangkan diri. “Kita menghasilkan pembaharu hukum, bukan hanya yang bisa berdagang hukum, dia juga memiliki etika dan moral. Yang menguasai ilmu etika, moral, dan bisa mengembangkan diri sendiri sampai akhir hayat. Student learing center,” tambah mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) ini.

Bivitri Susanti, Wakil Ketua Jentera Law School, menambahkan yang membedakan Jentera dengan sekolah hukum yang lainnya ialah selain metode belajar, yaitu Jentera lahir di lingkungan para pembaharu hukum. “Kami tidak ingin mereproduksi hal yang itu lagi-lagi. Kami mendorong inovasi di kelas, hubungan dosen dengan mahasiwa bukan hubungannya belajar mengajar tetapi mencipta. Menelaah putusan, banyak baca jurnal-jurnal hukum. Jentera juga berada di komunitas pembaharu hukum. Mahasiwa memiliki lingkungan yang punya cara berpikir yang berbeda. Sehingga menghasilkan pembaharu hukum,” jelas Bivitri.
“Metode magang juga merupakan metode yang digunakan di Jentera Law School. Magang ini kami punya beberapa kerjasama formal dengan banyak institusi, beberapa lawfirm, di PSHK, LBH Jakarta, dan banyak tempat lainnya. Sehingga kami fokuskan ke magang. Magang 6 SKS supaya orang yang keluar tahu prakteknya seperti apa,” tambahnya.

Selain keempat praktisi hukum diatas, Jentera Law School juga didirikan oleh Erry RIyana Hardjapamekas (Komisioner KPK periode 20013- 2007), Marsillam Simanjuntak (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung tahun 2001). Juga akademisi hukum diantaranya Erman Radjagukguk (Guru Besar FHUI), Hamid Chalid (Dosen FHUI), dan Mardjono Reksodiputro (Guru Besar FHUI). (Marthen Yeimo/ Hukum Online/SK)

Senin, 06 Juli 2015

Negara Bertanggungjawab Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Di Papua

AMP KK Jakarta: Aksi Depan Gedung Istana Presiden, Foto: M.Y/ SK

Jakarta, SUARA KAIDO – Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Jakarta ( AMP KK Jakarta ), pada hari senin  06 juli 2014 kembali melakukan aksi turun jalan secara damai. Aksi turun jalan ini untuk menuntut kasus kejahatan akhir-akhir ini yang semakin marak terjadi ditanah Papua.


Dalam orasinya didepan istana Presiden Jakarta, ketua AMP KK  Jakarta Frans Nawipa menuntut Presiden Jokowi segera menyelesaikan berbagai kasus kejahatan ditanah Papua. Sebab sejak pencaplokan bangsa Papua pada 1 Mei 1963 kedalam NKRI, kasus kekerasan terhadap orang Papua terus meningkat dan Negara tidak pernah menyelesaikan kasus tersebut.


Pada tanggal 6 juli 1998 kasus biak berdarah, pada kasus ini tercatat 230 orang menjadi korban kekerasan militer. Bukan hanya itu saja, seperti kasus wasior pun penegak hukum seakan hanya duduk manis sambil berpangku tangan. Tanpa mempedulikan nasib kemanusiaan orang Papua.


Belum terlepas dari semua kasus –kasus yang ada pada tahun lalu tepatnya tanggal 8 Desember 2014 kita dikagetkan lagi dengan kasus Paniai berdarah. Jelas pelakunya TNI/ Polri tetapi anehnya mereka saling melempar kesalahan. Hingga saat ini semua terus dibungkam oleh pihak  TNI/Polri yang tidak bermoral. Belum habis luka derita orang Papua baru-baru ini muncul lagi kerasan aparat militer di Ugapuga Kabupaten Dogiyai. Dengan adanya rentetan kasus ini jelas Negara ini bertujuan untuk menghabiskan orang Papua.


Dalam tuntutannya AMP KK Jakarta menuntut:
  1. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya, berikan kekerasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis
  2. Tarik militer (TNI/Polri ) organic dan non-organik dari seluruh tanah Papua sebagai syarat damai.
  3. Tutup Freeport, BP (LNG Tanggu ) dan MNC lainnya yang merupakan dalang kejahatan di atas tanah Papua.
 
Lebih lanjut, nawipa menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia harus mengakui kemerdekaan bangsa Papua. Hal ini sebab bangsa Papua telah merdeka pada tanggal 1 Desember 1962. Sebab itu untuk menyelesaikan semua permasalah di Papua adalah Referemdum ( penentuan Nasib sendiri bagi orang Papua ), tutupnya. ( Marthen Yeimo /SK )