Rabu, 08 Juli 2015

Praktisi Hukum Kolaborasi Untuk Mendirikan Jentera Law School



Dari Kiri-kanan: Ahmad Fikri Assegaf, Yunus Husein, Bivitri Susanti dan Erry Riyana Hardjapamekas saat memberikan keterangan pers di acara Pembukaan Program Strata Satu Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Jakarta, Selasa (7/7). Foto: RES
Jakarta, SUARA KAIDO -- Praktisi Hukum berkolaborasi untuk berlaga di pengadilan mungkin sudah biasa, namun yang tidak biasa ialah ketika mereka berkolaborasi mendirikan sebuah sekolah hukum. Dan produk yang dihasilkannya adalah Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (Indonesia Jentera School of Law). 

Para praktisi hukum yang berkolaborasi itu adalah, di antaranya, Arief T. Surowidjojo (Pendiri dan Partner Firma Hukum Lubis Gani Surowidjojo), Ahmad Fikri Assegaf (Managing Partner Firma Hukum Assegaf Hamzah & Partner), Chandra M. Hamzah (Partner Assegaf Hamzah & Partner), juga Abdul Haris M. Rum (Partner Lubis Gani Surowijoyo). Visi utama sekolah hukum ini adalah untuk menghasilkan para pemberharu hukum, Jentera Law School akan mulai dibuka untuk Tahun Ajaran 2015/2016.

Arief Surowidjojo, Pembina Jentera, dalam Konferensi Pers Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera pada Selasa (7/7) di Kampus Jentera, Kuningan, Jakarta menjelaskan pendirian STH Indonesia Jentera merupakan konsekuensi logis dari 17 tahun perjalanan Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan (YSHK) di dunia hukum. Dengan melihat kondisi penegakan hukum di Indonesia, salah satunya ialah karena lemahnya pendidikan hukum di Indonesia.

“Selama 17 tahun YSHK berdiri kami melihat begitu banyak carut marut di bidang hukum, di penegakan hukum, pembangunan nasional, dan juga dalam bidang legislasi. Menurut kami hal tersebut disebabkan lemahnya pendidikan hukum kita. Problem utama ialah di pendidikan. Kami memulai bagaimana melahirkan lulusan hukum yang berintegritas di pengetahuan maupun di orang-orangnya,” jelas Arief saat memberikan sambutan.
  
Yunus Husein, Ketua STH Indonesia Jentera Law School, menjelaskan perbedaan STH Indonesia Jentera dengan sekolah tinggi hukum lainnya.  Menurutnya, STH Indonesia Jentera memiliki resource yang cukup banyak, dan pendiran yang serius. “Jentera Law School  merupakan Sekolah hukum pembaharu. Kita kembali, back to basic, ke metode dasar penelitian, ke ilmu dasar lain. Sehingga menghasilkan SH (Sarjana Hukum) yang dapat menghasilkan kontribusi kepada lingkungan dan masyarakat. Share value, kita harapkan bisa berkolabirasi bukan hanya kalangan hukum, tapi juga diluar kalangan hukum, seperti poltisi, dan media.
Ada sikap dan nilai, kritis, terbuka, dan mencoba untuk memperbaiki hukum,” ujarnya.

Metode pembelajaran yang dilakukan, menurut Yunus, ialah Student Learning Center, mahasiswa mengembangkan diri. “Kita menghasilkan pembaharu hukum, bukan hanya yang bisa berdagang hukum, dia juga memiliki etika dan moral. Yang menguasai ilmu etika, moral, dan bisa mengembangkan diri sendiri sampai akhir hayat. Student learing center,” tambah mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) ini.

Bivitri Susanti, Wakil Ketua Jentera Law School, menambahkan yang membedakan Jentera dengan sekolah hukum yang lainnya ialah selain metode belajar, yaitu Jentera lahir di lingkungan para pembaharu hukum. “Kami tidak ingin mereproduksi hal yang itu lagi-lagi. Kami mendorong inovasi di kelas, hubungan dosen dengan mahasiwa bukan hubungannya belajar mengajar tetapi mencipta. Menelaah putusan, banyak baca jurnal-jurnal hukum. Jentera juga berada di komunitas pembaharu hukum. Mahasiwa memiliki lingkungan yang punya cara berpikir yang berbeda. Sehingga menghasilkan pembaharu hukum,” jelas Bivitri.
“Metode magang juga merupakan metode yang digunakan di Jentera Law School. Magang ini kami punya beberapa kerjasama formal dengan banyak institusi, beberapa lawfirm, di PSHK, LBH Jakarta, dan banyak tempat lainnya. Sehingga kami fokuskan ke magang. Magang 6 SKS supaya orang yang keluar tahu prakteknya seperti apa,” tambahnya.

Selain keempat praktisi hukum diatas, Jentera Law School juga didirikan oleh Erry RIyana Hardjapamekas (Komisioner KPK periode 20013- 2007), Marsillam Simanjuntak (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung tahun 2001). Juga akademisi hukum diantaranya Erman Radjagukguk (Guru Besar FHUI), Hamid Chalid (Dosen FHUI), dan Mardjono Reksodiputro (Guru Besar FHUI). (Marthen Yeimo/ Hukum Online/SK)

0 komentar:

Posting Komentar