Sabtu, 29 Oktober 2016

KRIMINALISASI DIGITAL SANGAT MEMPENGARUHI PILKADA





Oleh: MARTHEN YEIMO.SH

SUARAKAIDO, Peran media masa digital diera ini sangat berpengaru besar di bursa pilkada tahun 2017 mendatang. Manuel Castells dalam bukunya yang fenomenal Information Age: Economy, Society, and Culture (2009) menyebutkan perkembangan teknologi menyebabkan tumbuhnya model komunikasi radikal yang memungkinkan lahirnya mass self-communication, yang juga berarti menumbuhkan otonomi subjek komunikasi, hal ini tentunya dapat menyebabkan pola pikir masyarakat mudah berubah.

Castells juga menyebut masyarakat jaringan merupakan suatu struktur sosial masyarakat pada awal abad ke-21, yang terbentuk oleh komunikasi berbagai jaringan digital. Saya menyebut masyarakat ini sebagai manusia digital, yakni mereka telah mengalihkan fungsi cetak dan sebagainya ke bentuk digital dengan gadgetnya untuk akses Twitter, Facebook, Instagram, dan Path.

Sebuah kasus yang menghebokan saat ini adalah gubernur DKI jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang sering di sapa Ahok. Kasus yang dianggap melakukan penistaan agama oleh kelompok FBI. Kasus ini terjadi beberapa bulan yang lalau tetapi kemudian diangkat pada sekarang menjelang pilkada.  Oleh sebab itu media mempunyai peranan yang sangat penting dan digunakan sebagai alat untuk mengkriminalisasikan orang.

 Cara-cara seperti yang sering digunakan oleh pelaku politik untuk memenangkan panggung politik.  Sarana yang digunakan yakni melalui komunikasi digital, startegi yang digunakan teknik kampanye. Bagi politisi, kampanye, meminjam konsep Sweeney (1996), seperti sebuah perjalanan, yang dimulai dari satu titik, dan berakhir pada titik yang lain. Untuk sampai pada tujuan yang diinginkan maka seseorang harus mempunyai peta politik.


Biasanya Teknik kampanye telah di-upgrade sesuai kebutuhan era digital. Poster, baliho, kampanye akbar di lapangan kemudian oleh para marketing politik dikonversi dengan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Youtube yang digunakan sebagai alat. Misalnya saja Kemenangan Barack Obama tahun 2008 menjadi inspirasi yang digandrungi. Meski kampanye di media sosial bisa disebut sebagai the education voter, tetapi karena tidak terkontrol dengan baik, akhirnya jadi ajang 'pembusukan' terhadap lawan politik.

0 komentar:

Posting Komentar